07 September 2009

Andrivo Rusydi : KOKI TEKNOLOGI NANO ASAL PADANG


Hari-hari Andrivo Rusydi menetap di negeri sendiri hanya bisa dihitung dengan jari. Pemuda 33 tahun ini mesti wira wiri antarbenua sepanjang tahun untuk menjalani riset-risetnya di bidang teknologi nano. Ia memang salah satu dari sedikit anak bangsa negeri ini yang menguasai teknologi pengontrol skala atom dan molekul itu. Sebuah keahlian yang—terutama—banyak dibutuhkan di negara maju.

Maka negeri-negeri semacam Singapura, Amerika Serikat, Jerman, dan Kanada membuka lebar-lebar pintu riset bagi urang awak ini. Mari kita lihat jejak-jejak kejeniusannya, yang sudah diakui dunia internasional, itu. Saat ini Andri adalah peneliti tetap dan pengajar mata kuliah nanotechnology dan nanoscience di Universitas National Singapura (NUS). Di universitas ini pula ia mendapatkan gelar profesor pada usia 31 tahun. Sejak awal tahun ini, dia diangkat menjadi anggota Singapore International Graduate Award atau supervisi para doktor lulusan NUS.

Lalu, di Jerman, suami Sulistyaningsih ini menjadi profesor tamu pada Center for Free Electron Laser dan Institute for Applied Physics of University of Hamburg. Di sini, selain mengajar, Andri membimbing mahasiswa diploma sampai doktoral.

Penjelajahannya yang intensif di ranah teknologi nano juga membuat sulung dari empat bersaudara ini juga menjadi peneliti tamu di Departemen Fisika Universitas Illinois di Urbana, Amerika Serikat, dan Universitas British Columbia, Kanada.

Jejak akademisnya memang terpacak hingga ke berbagai pelosok dunia. Tak hanya itu, teknik riset yang ia kembangkan kemudian dimanfaatkan di berbagai negara, antara lain Amerika Serikat, Prancis, Korea, Jepang, Australia, Jerman, Kanada, dan Taiwan.

Dengan reputasi akademik internasional semacam itu, Andri tak ingin terlena. Dia ingin berbakti kepada tanah airnya untuk memajukan dunia ilmu di negeri ini. Caranya lewat kerja sama penelitian dan beasiswa tingkat doktoral dari dana-dana penelitian yang diperolehnya.

“Indonesia kaya potensi sumber daya alam dan manusia. Di situlah tumpah darah saya,” kata Andri. Kejeniusan Andri di bidang teknologi nano mulai mencorong ketika ia merampungkan riset doktoralnya di Universitas Ryn, Groningen, Belanda.

Saat itu Andri dan timnya membangun teknik eksperimen baru yang dinamakan Resonant Soft X-Ray Scattering (RSXS) dengan menggunakan synchrotron. Yang disebut terakhir itu adalah tipe khusus akselerator partikel di mana medan magnet dan medan listrik bersatu.

Dengan teknik ini, kata Andri, untuk pertama kalinya fenomena seperti spin density waves, charge density waves, Wigner crystal, stripes, magnetic orderings, dan orbital orderings bisa langsung dideteksi.

Selama proses pembuatan teknik baru itu, Andri mesti berpindahpindah dari satu negara ke negara lain, termasuk European Synchrotron Radiation Facility (Prancis) dan National Synchrotron Light Source of Brookhaven National Laboratory (Amerika Serikat). Hampir lima tahun Andri menjadi peneliti di Brookhaven National Laboratory.

Hasil penelitian ilmiah itu lalu dipublikasikan di jurnal-jurnal teknologi internasional, seperti Science, Nature, Nature Physics, Physical Review Letter, dan Applied Physics Letter. Mulai saat itulah nama Andri berkibar kencang di dunia ilmu dan teknologi. Belakangan, teknik yang diciptakan Andri dan timnya digunakan di negara-negara yang mempunyai synchrotron.

Andri adalah anak sulung dari empat bersaudara. Mereka semua dibesarkan dalam keluarga yang menjunjung tinggi tradisi pendidikan. Kakek dan neneknya adalah guru, begitu juga bapak dan ibunya. Bapaknya, Rusydi, MA, adalah dosen di Universitas Padang dan ibunya, Ulvy Mariati, SKp, MKes, adalah guru di Akademi Perawatan Padang.

Adik-adiknya idem dito: satu menjadi dosen di Universitas Airlangga, satu lagi di Universitas Andalas, dan yang bungsu merupakan staf peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

“Lingkungan dan keluarga jugalah yang akhirnya menentukan masa depan seorang anak. Itulah yang menyebabkan sejak kecil saya ingin menjadi pengajar dan peneliti,” kata Andri. Kini tampaknya ia meneruskan tradisi keluarganya tersebut.

Istrinya adalah seorang master hukum internasional lulusan Universitas Ryn, Belanda. Andri menghabiskan masa kecil hingga SMA di Kota Padang. Masa kecilnya seperti kebanyakan anak lain. Ia gemar berenang di sungai, juga mengaji—yang sampai sekarang masih rajin ia lakukan. Ketika masih kuliah S-1 di Institut Teknologi Bandung, ia sudah kerap melakukan penelitian bersama para mahasiswa S-3 bimbingan Profesor Tjia May On.

Sejak awal Andri sudah tahu, untuk menarik perhatian dunia, hasil riset mesti dipublikasikan di jurnaljurnal internasional, seperti Physics Review. Perkiraannya terbukti benar. Pemerintah Belanda kemudian menghadiahkan beasiswa penuh bagi Andri untuk menempuh jenjang S-2 di Groningen, Belanda.

Lulus master, ia beroleh beasiswa lagi untuk meraih gelar doktornya. Kali ini beasiswa datang dari pemerintah Belanda dan Amerika Serikat. “Menurut saya, output terpenting dalam penelitian adalah publikasi internasional,” kata Andri tentang keberuntungannya itu.

Setelah gelar doktor diraih, pada 2005 Andri terbang ke Hamburg, yang baru saja membangun fasilitas Vacuum Ultraviolet-Free Electron Laser (VUV-FEL). Ini adalah fasilitas riset yang pertama dan cuma ada satu di dunia. VUV FEL adalah synchrotron generasi baru. Di situ Andri terlibat dalam proyek penelitian berupa pengembangan teknik baru yang diberi nama VUV-FEL Raman Spectroscopy. Dana penelitian ini 3 juta euro.

Jadi, sementara RSXS mempelajari elastic excitations, VUV-FEL kebalikannya, yakni mempelajari inelastic excitations. “Kedua teknik ini saling melengkapi dan amat berguna untuk nanotechnology dan nanoscience,” kata Andri. Ketika tengah menyelesaikan penelitiannya di Hamburg itu pun ia mesti bolakbalik ke Amerika untuk menyelesaikan eksperimen RSXS, yang sedang dikembangkannya.

Prestasi akademik peneliti dengan disiplin ilmu fisika zat padat ini sebetulnya bukan cuma itu. Bersama tim riset di NUS, Andri berhasil membuat TiO2 (titanium dioxide), yang bersifat insulator-diamagnetic, menjadi half metallic ferromagnetic di atas suhu ruangan. Dengan temperatur tinggi, half-metallic ferromagnetic, menurut Andri, amat bermanfaat bagi kehidupan sehari-hari, semisal untuk sistem spintronic. Temuan tersebut, selain dipublikasikan di jurnal-jurnal internasional, telah dipatenkan di Amerika dan Eropa.

Saat ini Andri dan timnya di NUS tengah meneliti oxide electronics, yakni penelitian tentang zat-zat yang mengandung unsur oksigen sebagai pengganti teknologi silikon dan sumber energi baru. Di sini Andri dan timnya diberi keleluasaan mengembangkan penelitian. Dengan dana penelitian Sin$ 15 juta, selain mampu membangun perangkat peralatan penelitian baru, mereka boleh mengangkat postdoctoral, research fellow, PhD student, dan research assistant.

Untuk itu, Andri bekerja sama dengan para ilmuwan dari berbagai latar belakang bidang ilmu dan negara untuk bekerja dalam timnya. Suatu kolaborasi yang, kata Andri, telah memperluas cakrawala pola pikirnya. Ikatan kerja sama itu juga meliputi para peneliti dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia, seperti Institut Teknologi Bandung (Dr A.A. Nugroho dan Profesor Tjia May On), Universitas Indonesia (Dr Muhammad Aziz Majidi), Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (Dr Darminto), dan Universitas Padjadjaran Bandung (kelompok Profesor Rustam Siregar dan Dr Fitrilawati).

Sedangkan dalam pencarian siswa berbakat, Andri bekerja sama dengan Profesor Yohannes Surya. “Saya ingin memanfaatkan peluang yang ada untuk memberi kesempatan generasi muda agar lebih maju daripada generasi sebelumnya,” kata dia. Andri melihat, di Indonesia banyak orang pintar tapi kecil daya juangnya. “Padahal faktor ketahanan mental ini penting. Juga dalam kerja tim.” Selain teknologi nano, Andri tertarik pada bidang penelitian lain, seperti semikonduktor organik, colossal magneto resistance, carbon related phenomena, carbon monotube, temperature superconductor, dan multiferroic. Untuk bidang-bidang penelitian ini, Andri juga berkolaborasi dengan ilmuwan di seluruh dunia.

Masa depan dan peluang tampaknya kian terbuka lebar bagi Andri. Ia masih akan terus menjelajahi sudut-sudut benua untuk memenuhi panggilan hidupnya: meneliti. Tetapi ia tetaplah putra Indonesia sejati. Dia tetap penggemar masakan acar kuning, sup buntut, dan sambal Bali masakan istri tercintanya. Namun, lebih dari itu, ia tetap yakin, dalam darahnya mengalir jiwa Merah-Putih. Tidak pernah terbersit dalam pikirannya untuk berganti kewarganegaraan. “Karena di sanalah tumpah darah saya.”

sumber : tempointreaktif

Tidak ada komentar: