19 Oktober 2010

Angklung Jadi Warisan Dunia

Alat musik tradisional Angklung akan dikukuhkan sebagai salah satu warisan budaya dunia atau "World Intangible Heritage" oleh UNESCO pada bulan November 2010.
"Insya Allah, Angklung pada bulan November atau Desember ini akan dikukuhkan sebagai ’World Intangible Heritage’ atau warisan dunia oleh UNESCO, yang berasal dari Indonesia" kata Ketua Harian Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO, Prof dr H Arief Rachman, di Gedung Pakuan Bandung, Senin.

Ia mengatakan, dengan dikukuhkannya angklung oleh UNESCO sebagai warisan budaya dunia, maka tidak akan ada lagi negara lain yang mengaku (klaim) angklung. "Kalau Malaysia ingin memiliki (angklung) silakan saja, tapi kan harus dilihat sumber mata airnya (angklung) dari mana," katanya.

Selain angklung, pihaknya juga sedang mengupayakan agar budaya lainnya di Indonesia seperti Kain Tenun, Tari Saman bisa dikukuhkan sebagai akan dikukuhkan sebagai "World Intangible Heritage" atau warisan dunia oleh UNESCO yang berasal dari Indonesia.

"Kami juga sedang mengupayakan agar kebudayaan lain di Indonesia seperti Tari Saman dan Kain Tenun bisa dikukuhkan UNESCO sebagai "World Intangible Heritage"," katanya.
Sebelumnya, angklung juga diramaikan telah diklaim oleh Malaysia sebagai alat musik asli negara itu.

Selain adanya pengamanan dan pengakuan angklung sebagai warisan budaya dunia, juga akan berdampak secara ekonomis.
Para perajin angklung akan diuntungkan dengan mendapatkan banyak pesanan angklung dari dalam dan luar negeri.

Fondasi Bangunan Zaman Kerajaan Singosari Ditemukan di Malang


Tim peneliti dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional menemukan fondasi bangunan kuno pada zaman Kerajaan Singosari di areal tempat pemakaman umum Jalan Ken Dedes, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang.

Ketua tim peneliti Puslitbang Arkeologi Nasional Amelia di Malang, Senin, mengatakan, temuan tersebut merupakan hasil penggalian yang dilakukan sejak Sabtu (9/10) hingga hari ini.

Dalam penemuan tersebut, sejumlah benda penting yang menunjukkan keberadaan Kerajaan Singosari pada abad 13 Masehi juga ditemukan di antaranya pecahan tembikar dan keramik.

Sebelumnya, pihak peneliti tidak menemukan apa pun pada penggalian pertama keculai pecahan tembikar.

Padahal pada penggalian pertama tersebut peneliti berharap menemukan Arca Dwarapala yang juga sebagai tanda pintu masuk Kerajaan Singosari.

Sementara itu, pada penggalian Senin tim peneliti menemukan struktur batu bata besar berukuran panjang 29 centimeter, lebar 19 centimeter serta dengan ketebalan 6 centimeter.

Di lokasi lain yang masih dalam satu tempat juga ditemukan struktur batu bata panjang sekitar 40-42 centimeter, lebar 20 centimeter, dan ketebalan 12 centimeter.

Amelia menyebutkan, struktur batu bata tersebut diperkirakan fondasi perumahan kuno.

Dua struktur batu bata mirip fondasi yang ditemukan Senin ini tempatnya berdampingan dan hanya berjarak sekitar satu meter dengan struktur bentuk yang berbeda.

"Fondasi satunya berbentuk memanjang dengan batu andesit tertata rapi di bawah batu bata. Sedangkan struktur batu bata disebelahnya tertata rapi tanpa batu andesit di bawahnya," katanya.

Amelia menjelaskan, penemuan terbaru ini penting sebab menunjang data penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan pada 22-31 Juli 2009 dan satu rangkaian dengan penelitian pada 2002.

Apakah fondasi tersebut merupakan tempat keraton Kerjaaan Singosari, rumah pejabat atau rumah penduduk biasa, masih belum dipastikan sebab belum ditemukan pintu masuk bangunan tersebut dan menghadap ke arah mana.

"Kami akan ungkap lagi pada penggalian mendatang sambil menunggu analisa temuan hari ini," katanya.

http://www.antarajatim.com/lihat/berita/45731/Fondasi-Bangunan-Zaman-Kerajaan-Singosari-Ditemukan-di-Malang

17 Oktober 2010

Sereal Bikinan IPB Juara di Amerika Serikat


Sereal bukanlah jenis makanan yang lazim dikonsumsi di Indonesia. Karena itu, tak banyak yang memproduksi makanan ini. Tapi sereal olahan empat mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan Institut Pertanian Bogor ini berhasil menjuarai kompetisi produk pangan internasional, Institute of Food Technologists (IFT) Annual Meeting and Food Expo di Chicago, Illinois, Amerika Serikat, 17-20 Juli lalu.

Keempat mahasiswa itu adalah Stefanus, Agus Danang Wibowo, Saffiera Karleena, dan Margaret Octavia. "Sereal kami dinilai lebih enak dan memiliki cita rasa lokal," kata Stefanus saat dihubungi Rabu lalu.

Mereka menamakan serealnya Crantz Flakes. Bahan bakunya adalah singkong, kedelai, pisang, tepung beras, gula, dan garam. Menurut Stefanus, pembuatan Crantz tidak menggunakan air. Alasannya, Crantz dibuat dengan asumsi lokasi di Nusa Tenggara Timur. "Di sana jarang (terdapat) air bersih," katanya.
Provinsi ini dipilih lantaran juri mensyaratkan produk yang dilombakan bisa menjadi penyelesaian krisis pangan atau kekurangan gizi di daerah tertentu. "Angka gizi buruk Nusa Tenggara Timur tertinggi di Indonesia," kata Agus memberi alasan.

Ide membuat Crantz berasal dari Stefanus dan Agus. Sebelum membuat Crantz, keduanya, bersama Yogi Karsono, mengikuti kompetisi produk pangan yang digelar Himpunan Mahasiswa Teknologi dan Industri Pertanian IPB pada Januari lalu. Mereka membuat sereal berbahan baku bekatul yang kaya serat. Tujuannya, "Membuat produk rendah kolesterol," ujar Agus melalui sambungan telepon Rabu lalu.

Bersama tim Zuper T, juga dari IPB, dan Universitas Brawijaya, Malang, mereka dipilih juri sebagai tiga besar kategori peserta internasional. Selanjutnya pemenang diminta mempraktekkan produk mereka dan diuji di depan dewan juri. "Tahapan ini yang paling seru," kata Agus.

Beruntung, tim Crantz memiliki Saffiera, yang gemar memasak, dan Stefanus, yang memahami banyak bahan pangan. Keunggulan ini bertambah sempurna dengan adanya Agus, yang jago menuliskan presentasi. Mereka ulet meramu bahan baku untuk mendapatkan komposisi yang oke.

Kendala justru datang dari masalah teknis pemberangkatan. "Kami tidak punya ongkos," kata Agus. Hadiah dari IFT sebesar US$ 2.000 tidak cukup untuk tiket perjalanan empat orang. Selama dua pekan mereka berjibaku mendapatkan bantuan dana. Walhasil, mulai dari bank hingga dosen bersedia mensponsori.

Sayangnya, justru Stefanus dan Agus tak bisa berangkat lantaran tidak mendapat visa. Akhirnya Saffiera dan Margaret yang berangkat. Saffiera tetap percaya diri. Ia yakin kemenangan diraih sejak timnya menyajikan Crantz di meja dewan juri.

"Sereal kami ludes dimakan juri," ujar Saffiera. Kejadian ini membuat kedua perempuan itu makin percaya diri. "Setiap pertanyaan bisa kami jawab lancar," katanya. Mereka mendapatkan juara pertama dan membawa pulang hadiah US$ 3.500.

Kendati tak menyaksikan langsung, Agus tetap bungah. Setidaknya ia menuai kesuksesan dari hobinya mencicipi makanan. Kesukaan pemuda 22 tahun ini pada bidang pangan berawal dari minatnya terhadap ilmu biologi sejak sekolah menengah atas. "Saya kerap mengikuti kompetisi biologi," ujarnya.

Lulus sekolah, Agus diterima di IPB lewat seleksi bibit unggul. Jurusan pangan dipilihnya lantaran mengikuti nasihat ayah, Mochammad Sidik. Agus diminta memilih jurusan yang berhubungan dengan kebutuhan pokok manusia.

Pilihan Agus tak salah. Selain kuliah, pemuda asal Semarang ini kerap mengikuti lomba. Tidak hanya soal pangan, beberapa lomba dengan tema manajemen perusahaan dia ikuti. "Belajar jadi pengusaha," katanya beralasan. Agus menilai semakin banyak kompetisi diikuti semakin bertambah ide dan kreativitas.

Agus bukan tipe yang ingin terus bergantung pada orang tuanya. Ia ingin mengembangkan bisnis sendiri setelah lulus Juli lalu. Namun, sementara ini, ia memilih mencari kerja dulu. "Mengumpulkan modal dulu," ujarnya.

Stefanus juga memutuskan menjadi karyawan. Pemuda kelahiran Jakarta, 6 November 22 tahun lalu, itu bekerja di perusahaan consumer goods yang kesohor di Jakarta setelah lulus kuliah Juli lalu. Stefanus dikenal ulet. Dia mampu meracik komposisi bahan baku yang pas sehingga produk olahan terasa lezat.

Sudah lama Stefanus berminat terhadap pangan. "Saya suka berkreasi dalam membuat kue dan memasak," katanya. Hobi ini lahir karena Stefanus geram terhadap produk makanan bergizi tinggi tapi mahal. Menurut dia, makanan yang memiliki kandungan gizi bisa diolah dari bahan baku yang sederhana. "Jadi harganya bisa murah," katanya.
Stefanus juga menyoroti bahan baku yang tidak banyak diolah jadi makanan. Dia yakin bahan seperti sorghum, jawawut, hotong, singkong, dan jagung dapat diolah dengan rasa enak dan sehat. Menurut dia, dengan mengolah bahan tersebut, tidak akan ada persoalan kekurangan pangan dan gizi. "Tidak perlu tergantung dengan satu komoditas," katanya.

AKBAR TRI KURNIAWAN

DI BALIK KEMENANGAN
1. Stefanus
Kelahiran: Jakarta, 6 November 1988
Orang Tua: Thio Man Sin dan Ma Bie Thjung
Pendidikan:
l SMA Kristen Yusuf Jakarta
l Ilmu dan Teknologi Pangan IPB

Penghargaan:
l Juara Pertama Food Innovation Competition 2009 Universitas Pelita Harapan
l Juara National Food Innovation Competition, Indonesian Food Expo 2009, IPB
l Juara National Product Design Competition Hi-Great 2010, Universitas Brawijaya, Malang
l Juara National Food Technology Competition Universitas Katolik Widya Mandala 2010
l Juara I 10th Institute of Food Technologists Annual Meeting and Food Expo, Chicago, Illinois, Amerika Serikat

2. Agus Danang Wibowo
Kelahiran: Semarang, 14 Agustus 1988
Orang tua: Mochammad Sidik dan Endang Ekawati
Pendidikan:
l SMA 3 Semarang (2003-2006)
l Ilmu dan Teknologi Pangan IPB (2006-2010)

Penghargaan
l Danone Trust
l Juara I IFT Annual Meeting and Food Expo, Chicago, AS

3. Saffiera Karleena
Kelahiran: Bogor, 26 Juli 1988
Orang tua: Edi Santoso dan Grace Sri Mulyati
Pendidikan:
l SMA Regina Pacis Bogor (2003-2006)
l Ilmu dan Teknologi Pangan IPB 2006-sekarang

4. Margaret Octavia
Kelahiran: Jakarta, 30 Oktober 1988
Orang tua: Aji Putrawan dan Tjen Nam Lin
Pendidikan:
l SMA Kristen Kanaan (2003-2006)
l Ilmu dan Teknologi Pangan IPB 2006-sekarang

http://www.tempointeraktif.com/hg/iptek/2010/10/17/brk,20101017-285227,id.html

Sangiran Jadi Pusat Kajian Manusia Purba Asia

Kepala Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran (BPSMPS), Harry Widianto mengatakan, Situs Sangiran akan menjadi pusat kajian evolusi manusia dan kajian manusia purba terbesar di Asia.

Saat ini, BPSMPS terus mengembangkan Museum Sangiran yang terletak di Desa Krikilan, Kalijambe, Sragen. Museum ini dilengkapi dengan Pengembangan meliputi penyempurnaan ruang museum yang representatif, laboratorium, ruang audio visual, ruang animasi, ruang seminar, home stay untuk peneliti, gardu pandang, pusat penjualan sovenir, serta perkantoran balai pelestarian. "Pembangunan pengembangan ini akan selesai Oktober 2011. Rencananya diresmikan Presiden," kata Harry, Ahad (17/10).

Di museum ini, kata Harry, pengunjung akan memperoleh informasi proses evolusi manusia dan peradaban manusia purba sampai manusia modern secara utuh. "Tidak hanya melihat fosil, tapi juga melihat perkembangan manusia purba melalui audio visual dan animasi". ujarnya.

Dari gardu pandang, pengunjung akan melihat hamparan kawasan situs Sangiran seluas 56 kilometer persegi yang terdiri dari 22 desa yang terbagi dalam empat kecamatan dan dua kabupaten, yakni Sragen dan Karanganyar.

Saat ini, pengembangan Situs Sangiran masih terkonsentrasi di klaster Krikilan tempat museum. Namun pengembangan serupa akan dilakukan di klaster Ngebung, Bukuran, dan Dayu. "Rencana detil pengembangan tiga kluster yang lain sudah jadi," tambah Harry yang kini merupakan satu-satunya pakar manusia purba di Indonesia.

Dijadikannya Sangiran sebagai pusat kajian manusia purba dan kajian evolusi manusia terbesar di Asia karena di situs ini ditemukan fosil peninggalan manusia purba dari 2,4 juta tahun silam. Tak hanya fosil manusia, tapi juga fosil berbagai binatang, alat produksi yang digunakan dan sebagainya. Hal ini berbeda dengan situs-situs manusi purba di Cina seperti Zhudian, Yuanmo dan Longhupa yang hanya menyajikan peninggalan purba kurang dari dua juta tahun.

Terpisah, Kepala Bidang Sejarah dan Purbakala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jawa Tengah, Suhardi, mengatakan, pengembangan Situs Sangiran sebagai wisata sejarah dan arkelologi juga masuk dalam rencana pembangunan daerah jangka menengah Provinsi Jawa Tengah. "Kami akan meningkatkan kunjungan wisatawan ke Sangiran bukanhanya pada pelajar dan peneliti, namun juga masyarakat umum," ujarnya. "Sangiran adalah potensi besar bagi dunia pariwisata".

http://www.tempointeraktif.com/hg/kesra/2010/10/17/brk,20101017-285292,id.html

Siapa Bilang Indonesia Tak Bisa?

TIDAK diragukan, jika industri pertahanan dalam negeri bisa bangkit dan mencapai kemandirian, akan banyak manfaat yang didapat. Indonesia tidak hanya mendapatkan pengakuan atas kekuatan pertahanan dalam konteks hubungan internasional.

Secara ekonomi, Indonesia akan mampu menumbuhkan industri di dalam negeri. Dengan memproduksi sendiri alutsista, biaya yang dikeluarkan jauh lebih efisien ketimbang membeli. Indonesia tidak akan lagi tergantung dengan pasokan suku cadang alutsista dari negara produsen dan tidak perlu menghabiskan banyak devisa untuk mengimpor alutsista dan suku cadangnya. Apalagi pengalaman yang selama ini terjadi, negara produsen alutsista sering memberlakukan sistem yang merepotkan negara-negara pembeli. Terlebih, jika negara pembeli terkena embargo. Karena itu, memiliki industri pertahanan sendiri akan berdampak pada pemenuhan sistem pertahanan yang lebih efisien dan efektif. Dalam hal daya saing di bidang pertahanan, banyak pihak prihatin.

Maklum alutsista Indonesia dapat dikata lebih uzur dibanding milik negara tetangga, seperti Malaysia. Geografis Indonesia yang merupakan negara kepulauan, sudah selayaknya mendapat dukungan alutsista yang mumpuni. Tetapi apa lacur, selama ini pemenuhan postur pertahanan dengan sistem alutsista yang memadai masih jauh dari harapan. Ibaratnya, asap jauh dari api. Masalah pendanaan disebut-sebut sebagai faktor utama pemenuhan alutsista Indonesia tertinggal dibanding negara lain.

Pengamat militer Universitas Indonesia (UI) Andi Widjajanto menegaskan, Indonesia sebenarnya memiliki potensi besar untuk bisa menjadi salah satu negara produsen industri pertahanan paling utama di dunia.

Selain karena pasarnya sudah besar, potensi bangkitnya industri pertahanan lokal sebenarnya sudah tampak jauh-jauh hari. Hanya, terpaan krisis tahun 1998 mengharuskan industri pertahanan dalam negeri yang sedang dirintis langsung kolaps. ”Penelitian dari Inggris menyatakan bahwa Indonesia merupakan satu dari tujuh negara besar di dunia yang diprediksi bakal menguasai industri pertahanan dunia,” ujarnya. Prediksi ini menurut Andi, sebagaimana diestimasikan oleh pakar pertahanan kesohor Richard A Bitzinger, ada tujuh negara yang bakal menguasai industri pertahanan di masa mendatang.

Ketujuh negara itu adalah Amerika Serikat (AS), Rusia, China, Eropa Barat, Brasil, India, dan Indonesia. Selain itu, ketujuh negara tersebut yang diperkirakan akan memiliki pertahanan yang terkuat di antara negara-negara di dunia. ”Artinya, kita sebenarnya memiliki kemampuan tidak hanya untuk mandiri dalam bidang pertahanan namun juga disejajarkan dengan negara-negara lain yang memiliki pertahanan terkuat di dunia,” paparnya. Mencontoh keberhasilan Brasil dan India, yang kini industri pertahanannya mulai maju, Andi mengatakan, kuncinya ternyata terletak pada transfer dan alih teknologi. Sehingga, teknologi pertahanan tidak melulu hanya dikuasai AS dan Rusia yang memang sudah mapan dalam bidang pertahanan.

Beragam strategi alih teknologi bisa dilakukan, apalagi mengingat angka impor alutsista Indonesia tidak sedikit sehingga bisa bernegosiasi dengan negara produsen untuk melakukan produksi bersama. ”Seperti Indonesia yang ingin membeli pesawat tempur dari Brasil sebanyak 172 unit, itu bisa minta diproduksi bersama dan dilakukan di Indonesia. Demikian juga dengan Korea Selatan. Mereka pasti bersedia melakukannya,” ujar Andi.

Pola alih teknologi semacam ini sudah dimulai Kementerian Pertahanan (Kemhan), seperti melalui rencana produksi bersama kapal selam dengan Korea Selatan. Kolaborasi- kolaborasi untuk memproduksi alutsista inilah yang akan menjadi sarana efektif alih teknologi. ”Bahkan, jika perlu kita harus mencuri teknologi. Dan ini sukses dilakukan PT Pindad yang kini bisa memproduksi panser Anoa, yang awalnya beli panser dari Eropa terus dipretelin dan dipelajari. Jadi, ini namanya rekayasa terbalik,” ungkapnya.

Bagaimanapun harus diakui, masih banyak alutsista bagi pertahanan Indonesia yang harus diadakan.

Di antaranya, alutsista yang memiliki efek gentar tinggi seperti pesawat tempur untuk angkatan udara, kapal selam untuk angkatan laut, serta angkatan darat dengan panser atau tank berteknologi canggih. Juru Bicara Kemhan Brigadir Jenderal I Wayan Midhio menegaskan bahwa pengadaan alutsista tidaklah memiliki tujuan untuk bersaing dengan negara-negara lain, kecuali murni demi urusan kepentingan pertahanan nasional. ”Kita harus mematuhi hukum internasional yakni ikut menjaga perdamaian dunia sehingga kita tidak merasa bersaing dengan alutsista milik negara lain,” ujarnya. Selain itu, kata dia, kebutuhan alutsista juga bertujuan untuk menjaga kedaulatan dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Dengan memproduksi alutsista sendiri, Indonesia akan memiliki daya tangkal yang tinggi. Kemudian, manfaat lain adalah bagaimana untuk mewujudkan kesejahteraan melalui tumbuh kembangnya industri pertahanan. Jika industri pertahanan bisa hidup dan berkembang, tidak hanya akan menyerap tenaga kerja lokal dan meningkatkan skill para ahli di dalam negeri, namun juga meningkatkan kesejahteraan para anggota TNI dan masyarakat umum. Tentu saja, syaratnya tidak hanya industri manufaktur seperti PT Pindad, PT DI, atau industri strategis lain yang digenjot, tetapi juga industri pendukung yang memproduksi bahan baku. Sehingga, seluruh suku cadang dan bahan baku bisa diproduksi sendiri.

Dengan begitu, Indonesia tidak perlu lagi impor untuk produk tersebut. ”Selama ini melakukan pengadaan selalu lebih cenderung ke Eropa, kini tidak lagi mesti demikian. Melalui sinergi semua lembaga kita bisa mewujudkan industri pertahanan yang mandiri,” ungkapnya. Buktinya, hingga saat ini sudah ada beberapa item produk alutsista milik Indonesia yang mulai diminati negara lain. Jika bisa semakin dikembangkan dan dikelola dengan baik, Indonesia akan menjadi salah satu negara produsen alutsista yang diakui dunia.

suar.okezone.

Bahasa Indonesia, Bahasa Kedua di Madinah


MADINAH - Hubungan Indonesia dengan bangsa Arab memang sudah terjadi sejak beratus-ratus tahun yang lalu. Di mulai dari masa wali hingga kini sejumlah pedagang Arab pun banyak bertransaksi di Indonesia. Karena itu, tak heran jika melihat banyak warga Arab yang pandai berbahasa Indonesia.

Saat ditemui okezone di Jalan Malik Fahd. Madinah, seorang penjaja makanan khas arab seperti kebab, nasi Bukhori atau roti cane pun menawarkan jasanya dengan bergaya bahasa Indonesia. "Mau makan...ayo martabak, bakso semua ada," kata pria tersebut ketika melihat okezone yang mengenakan seragam petugas berbendera merah putih.

Okezone pun penasaran dengan pria tersebut, darimana dia bisa berbahasa Indonesia. Pria berperawakan tinggi itu mengaku karena dirinya sering berinteraksi dengan warga negara Indonesia baik dalam musim haji ataupun ketika bertemu di jalan. Memang, cukup banyak mukimin asal Indonesia yang tinggal di Makkah dan Madinah.

Tak hanya soal berdagang, bahasa Indonesia juga digunakan di sejumlah tempat umum seperti masjid, toko-toko suvenir, maupun kawasan komersial lainnya. Hanya melihat wajah melayu, orang-orang akan menggunakan jasa penerjemah. Terutama untuk hal-hal yang sifatnya take and give, seperti transaksi jual beli. Anda cukup menunjuk suatu barang dan para penjual akan otomatis menyebutkan nama dan harganya. Tentu saja dalam bahasa Indonesia.Para pedagang bahkan lebih suka menyapa para peziarah asal Thaland dengan bahasa Indonesia.

"Sama saja. Orang Thailand Selatan adalah orang Melayu sepeti Indonesia, Malaysia dan Singapura atau Brunei," kata seorang pedagang asal Bangladesh.

Di tempat-tempat peziarahan besar, seperti Makam para Syuhada Uhud, di kaki Gunung Uhud dan Makam Baqi'juga terdapat berbagai papan pengumuman dengan berbagai bahasa dunia. Pada kedua makam ini bahasa Indonesia tampak sekali menempati posisi nomer satu, tentu saja setelah bahasa Arab sebagai bahasa resmi negara.Di gerbang makam Baqi, terdapat enam papan pengumuman besar tentang adab ziarah kubur. Secara berurutan dari kanan ke kiri papan ini terdiri dari pengumuman berbahasa Arab, Indonesia, Persia, Turki, Urdu dan Inggris.

Sementara di makam para syuhada Uhud, terdapat tambahan dua bahasa lagi, yakni bahasa Perancis dan India. Di pemakaman, hanya ada satu bahasa Melayu yang tentu saja lebih mendekati bahasa Indonesia dibanding bahasa serumpun mana pun. Di pengumuman melalui pengeras suara, papan nama dan informasi publik, bahasa Indonesia lebih digunakan daripada bahasa Melayu mana pun. Jadi, wajar kalau kita bangga berbahasa Indonesia bukan?

okezone

14 Oktober 2010

Panglima Perang Itu Bernama RRI

Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia (LPP RRI) memenuhi janjinya pada 2010 dapat memulai siaran radio dari wilayah perbatasan Republik Indonesia-Timor Leste ketika tanggal 16 September 2010, saat Parni Hadi selaku Direktur Utama (Dirut)-nya meresmikan operasional Stasiun LPP RRI Atambua, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Parni Hadi saat itu didampingi Komandan Resor Militer (Danrem) 461/Wirasakti, Kolonel Inf. I Dewa Ketut Siangan, Bupati Belu, Drs. Joachim Lopez, dan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Belu, Simon Guido Sera, yang meletakkan batu pertama gedung studio produksi dan sekaligus meresmikan operasional LPP RRI di Kecamatan Atambua, Kabupaten Belu, NTT.

Hal tersebut menandai peran terdepan siaran RRI di wilayah yang berbatasan dengan negara tetangga Timor Leste. Saat ini LPP RRI memiliki 14 studio produksi di kawasan perbatasan negara tetangga, yaitu di Skow, Oksibil, Boven Digul, Kaimana, Entikong, Malinau, Nunukan, Longbagan, Putusibau, Batam, Sabang, Sampang, Takengon dan Atambua. Bahkan Studio Produksi LPP RRI di Tahuna, Sangir Talaud, statusnya telah naik status menjadi stasiun/studio penyiaran.

Pada pengoperasian Studio Produksi LPP RRI Atambua itu ditandai dengan siaran khusus dan dialog dalam program “Indonesia Menyapa dari Atambua”, dan Joachim Lopez bicara soal isolasi informasi di daerahnya. Adapun Kolonel I Ketut Dewa Siangan mengemukakan manfaat siaran radio bagi pasukan yang bertugas di perbatasan sepanjang 268 kilometer dari sektor barat ke timur. Sedangkan, Parni Hadi menegaskan tentang “Sabuk Pengaman Informasi”, dan peran LPP RRI di daerah perbatasan NTT dengan Timor Leste.

Konsep dan Program “Sabuk Pengaman Informasi” awalnya diluncurkan Parni Hadi pada peringatan Hari Radio 2006 dalam bingkai tema “Menjaga Integritas Bangsa”. Ini merupakan suatu konsep dan program yang makin tinggi relevansinya dan terus bergulir maju, khususnya saat ini dengan telah dimilikinya 14 studio produksi plus sebuah stasiun penyiaran di kawasan perbatasan.

Seorang Parni Hadi dapat dikatakan sebagai komunikator ulung sejalan dengan karir jurnalistiknya dari Kantor Berita ANTARA pada 1973, dan pernah membidani harian umum Republika. Ia bisa jadi tidak sempat berkomunikasi dengan Benjamin Palmer, yang pada awal tahun 1900-an dicatat oleh Joseph R. Dominick (pada 1999) mendirikan Palmer College of Chiropractic di Davenport, Iowa, Amerika Serikat (AS), yang kemudian mendirikan perusahaan siaran radio WHO dalam wadah perusahaan milik keluarga dengan bendera Palmer Communication pada 1930-an.

Konsep dan program siaran “Sabuk Pengaman Informasi” RRI yang digagas Parni Hadi mirip dengan program siaran “The Corn Belt Hour” (Jam Siaran Sabuk Belulang) radio WHO yang memperoleh penghargaan nasional AS pada 1939.

Dengan konsep dan program siaran “Sabuk Pengaman Informasi” ini RRI telah menempatkan di barisan terdepan (forefront) dalam memberikan pelayanan siaran dan informasi di daerah perbatasan dan daerah-daerah terpencil yang tidak tersentuh oleh terpaan media massa lainnya.

Program siaran “Sabuk Pengaman Informasi” didesain untuk siaran radio di kawasan perbatasan, sehingga sangat relevan dengan fenomena “Perang Informasi”. Oleh karena program siaran ini bertujuan sebagai pelayanan siaran dan informasi di daerah-daerah terpencil, maka konsep dan programnya sangat signifikan bagi program perang melawan pemiskinan-kemiskinan informasi dan isolasi informasi.

“Sabuk Pengaman Informasi” adalah siaran khusus RRI yang berada di daerah perbatasan. Siarannya dibuat dengan muatan dan misi khusus, antara lain dipancarkan dari Batam yang berbatasan dengan Singapura, dan dari perbatasan Entikong di Kalimantan Barat (Kalbar) yang berbatasan dengan wilayah Malaysia.

Perang informasi pada lingkup TNI pertama kali diungkap oleh Jenderal TNI R. Hartono semasa ia menjadi Kepala Staf Tentara Nasional Angkatan Darat (Kasad) era Orde Baru. Kemudian Jenderal TNI Tyasno Sudarto semasa menjadi Kasad memulai rencana sosialisasi, pentahapan dan program perang informasi secara lebih rinci, tapi terbatas. Kemudian, Brigjen TNI Hotma Panjaitan semasa menjabat sebagai Kepala Dinas Penerangan TNI AD juga menyiapkan kerangka program awal rintisan perang informasi.

Jika dirunut ke belakang lagi, periode 1980 - 1990-an TNI telah mengidentifikasi dan menaruh perhatian besar terhadap perang informasi. Itu semasa Jenderal TNI Try Sutrisno menjabat sebagai Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI), yang kemudian kembali alih nama TNI. Ia kala itu menugasi beberapa perwira dan tenaga ahli sipil untuk mengkhususkan perhatian pada hal-hal yang menyangkut perang masa depan, termasuk perang informasi dan anti-terorisme.

Dalam program pendidikan regional dan sekolah staf fungsional (Dikreg/Sesfung) TNI Angkatan Laut (AL) pada 2001, dan kursus kepala penerangan di sekolah staf komando TNI AD (Suskapen-Seskoad) 2005, serta kursus atase pertahanan Badan Intelijen Strategis (Sus Athan Bais) TNI 2006 ada beberapa hal yang menyangkut perang iInformasi juga dibahas.

Perang informasi yang dikembangkan, antara lain konsep, program dan kasus-kasus mendasar dan pembahasan di lembaga pendidikan tersebut. Hanya saja, sayangnya, program tersebut tidak ditingkatkan dan berlanjut. Selain itu pergantian pucuk pimpinan TNI yang berlangsung secara periodik menyebabkan beberapa masalah tertentu, termasuk perang informasi, belum sempat tertangani secara konsisten dan tuntas, serta cenderung terabaikan.

Bagaimana pun masyarakat umum sempat tercengang ketika seorang Menteri Penerangan (Menpen) yang mantan Kasad ABRI, Jenderal TNI R. Hartono, tiba-tiba menyebut istilah perang informasi hanya beberapa hari setelah dilantik dalam posisinya itu. Fenomena ini membuktikan bahwa sebenarnya para petinggi atau fungsionaris TNI memahami benar arti informasi dan komunikasi secara luas berikut penerapannya dalam konteks militer. Mengapa seorang Hartono mengatakan hal itu tidak pada saat dirinya menjabat Kasad ABRI?

Mengapa pula kini justru LPP RRI yang berada di garis terdepan dalam soal perang informasi? Mengapa bukan TNI? Mengapa juga bukan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemeninfo)? Apakah perang informasi merupakan domain TNI atau kewenangan dan tanggungjawab Kementerian Kominfo? Apa pun jawabannya, LPP RRI telah memiliki siaran yang telah mengudara di kawasan perbatasan dan daerah terpencil serta terluar Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Ambil contoh, siaran LPP RRI di Batam sudah di arah dan dapat didengar oleh Tenaga Kerja Indonesia (TKI), termasuk Tenaga Kerja Wanita (TKW) yang berada di Singapura hingga Johor Baru. Siaran RRI Batam yang mengudara menggunakan bahasa Inggris dan Mandarin, ternyata mampu menjangkau selera pendengar radio di Singapura dan Johor Baru.

Bahkan, pemerintah negeri seberang di mana siaran LPP RRI bisa ditangkap kini mulai “terusik” manakala RRI, yang "Sekali di Udara, Tetap di Udara", secara berkesinambungan berbahasa Melayu, Inggris dan Mandarin. Begitu juga dengan siaran perbatasan RRI dalam bahasa Inggris di Papua dan Tahuna, Sulawesi Utara (Sulut), telah mampu menjangkau pendengarnya di seberang hingga Fipilina Selatan dan Papua.

Untuk siaran di perbatasan Skow dan Oksibil, Papua, RRI bekerjasama dengan anggota TNI AD yang dilatih untuk menjadi penyiar. Upaya RRI menggandeng TNI AD merupakan upaya yang tepat dan signifikan.

Mengapa seakan Parni Hadi ingin mengingatkan bahwa ada masalah mendasar dan fenomena yang belum tertangani/ditangani oleh TNI AD perlu mulai diprogram bersama, yaitu siaran di kawasan perbatasan dan lebih lagi siaran khusus bagi daerah terpencil dan daerah terluar yang belum terjangkau pelayanan media massa nasional lainnya.

Dirut LPP RRI bahkan mengundang Kasad untuk menghadiri peresmian operasional studio produksi RRI di Atambua, Kabupaten Belu NTT, yang berbatasan langsung dengan Timor Leste, negeri muda yang pernah berintegrasi dengan NKRI pada 1976 hingga memutuskan berpisah pada 1999. Namun, Kasad mendadak ada penugasan lain, sehingga menugasi meminta Danrem Wirasakti di Kupang untuk menghadiri.

Keterlibatan TNI AD dalam siaran studio produksi LPP RRI Atambua di kawasan perbatasan NTT dengan Timor Leste juga mengekspresikan sampai sejauh mana pimpinan TNI AD mengapresiasi dan memiliki persepsi terhadap siaran RRI di kawasan itu, termasuk perang informasi.

Oleh karena itu, seorang Parni Hadi tidak mengherankan dalam siaran khusus Indonesia "Menyapa dari Atambua" pada 16 September 2010 mengatakan: “Siaran RRI di kawasan perbatasan, seperti NTT dengan Timor Leste ini penting dan amat strategis, serta vital apakah dalam konteks menghapuskan kemiskinan dan isolasi informasi, tetapi juga ditujukan kepada penduduk negeri tetangga Timor Leste yang hampir 100 persen berbahasa Indonesia. Dalam program siaran khusus kawasan perbatasan RRI-lah yang menjadi panglima perang informasi."

Siaran khusus RRI di kawasan perbatasan Atambua tersebut bagi para angkasawan dan angkasawati LPP RRI merupakan satu bukti pengabdian dan kontribusinya dalam konteks perang informasi, yang mestinya juga direspon secara proporsional oleh pimpinan TNI, khususnya TNI AD sebagai program yang perlu ditata, direncanakan, secara sistematis, terpadu, komprehensif dan terukur.

Apa yang diungkap Parni Hadi semestinya memacu pimpinan TNI untuk bersama-sama jajaran RRI membuat program siaran khusus di kawasan perbatasan, daerah terpencil dan terluar dalam bingkai perang informasi untuk membela dan mempertahankan semua jengkal kedaulatan wilayah NKRI.

Vincent Mosco pada 1993 mencatat Perang Teluk Persia bagaimana pun menunjukkan kepada dunia bahwa selain penguasaan tehnologi militer dan intelijen, maka mau tidak mau mereka yang terlibat dalam perang, khususnya perang Informasi, harus memiliki atau menguasai teknologi komunikasi sekaligus harus mampu menguasai, mengendalikan dan mengatur arus pemberitaan internasional.

Sementara itu, James Adams, Chief Executive Officer (CEO)-nya kantor berita United Press International (UPI) pada 1998 menulis bahwa salah satu bentuk Perang Dunia yang berikut (The Next World War) adalah perang informasi, perang terhadap kejahatan tergorganisir, perang terhadap terorisme dan konflik antar-etnis.

Bukan berlebihan kalau dikatakan RRI menjadi Panglima Perang Informasi, karena lembaga itu bukan hanya berdiri di garis terdepan, tetapi telah terbukti terlibat dalam propaganda dan perang urat-syaraf mulai dari siaran menggelorakan Arek-arek Surabaya ketika Inggris mendompleng Belanda masuk Indonesia.

RRI pula yang menggemakan pekik kemerdekaan dalam peristiwa "Bandung Lautan Api", melakukan siaran media radio bawah tanah (clandestine radio) di bumi Irian semasa Pepera, termasuk juga operasi siaran propaganda anti-komunis pasca-Gerakan 30 September/Partai Komunis Indonesia (G30S/PKI) pada 1965.

*) Petrus Suryadi Sutrisno (piets2suryadi@yahoo.com) adalah Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Informasi, dan Pengajar Lembaga Pers Dr. Soetomo (LPDS).

sumber kompas

11 Oktober 2010

Kaimana, Eksotisme Alam Bahari

Kan ku ingat selalu/ Kan kukenang selalu/ Senja indah/ Senja di Kaimana/Seiring surya/ Meredupkan sinar/ Dikau datang/ Ke hati berdebar..


Bukan tanpa alasan jika tahun 1960-an Alfian meromantiskan panorama Kaimana seperti penggalan lagu di atas. Keindahan alam bahari di bagian selatan Provinsi Papua Barat itu memang tak terbantahkan.
Keeksotisan Kaimana terbentang dari Pulau Venu di barat daya Kaimana hingga Teluk Triton di tenggara Kaimana.
Kaimana didiami komunitas yang beragam. Pendatang asal Pulau Jawa, Buton, Seram, dan peranakan China hidup rukun dengan warga asli yang terdiri atas delapan suku, yakni Mairasi, Koiwai, Irarutu, Madewana, Miereh, Kuripasai, Oboran, dan Kuri.
Kaimana yang luasnya 18.500 kilometer persegi dan didiami 42.488 jiwa penduduk menjanjikan beragam obyek wisata, yakni wisata alam, budaya, dansejarah.
Bagi yang gemar menyelam, Selat Namatota dan Selat Iris di selatan Teluk Triton siap menyambut dengan segala pesona keindahan alam bawah laut. Di kedalaman 30 meter dari permukaan laut, Anda bisa menjelajah keasrian terumbu karang dan bercengkerama dengan aneka jenis satwa laut.


Conservation International Indonesia (CII) mencatat populasi ikan di daerah ini mencapai 228 ton per kilometer persegi, tertinggi di Asia Tenggara.
"Keindahan ikan flasher (Paracellinus nursalim), yang berukuran mungil dan berwarna-warni, bisa dilihat saat menyelam di Kaimana," kata Andi Yasser Fauzan, Marine Conservation and Science Specialist CII di Kaimana.
Bagi yang tak menyelam, pantai berpasir putih, yang dinaungi pohon kelapa di sela tebing-tebing cadas di Selat Namatota, bisa meneduhkan pikiran.
Di daerah Faranggara dan Miwara di Teluk Triton, kitadisuguhi pemandangan berupa hamparan laut dihiasi pulau-pulau kecil bertebing pipih tertutup pepohonan lebat. Burung endemik, seperti masariku berwarna putih dan burung rangkong warna-warni yang terbang bebas, menyuguhkan hiburan tersendiri.

Saat cuaca baik dan laut tenang, paus bryde dan lumba-lumba akan muncul di Selat Namatota. Jika beruntung, bisa terlihat ikan mangiwang (Hemiscyllium henryi) yang bernama lokal hiu bodoh karena berjalan dengan sirip. Ikan itu tidak diburu sehingga kerap ditemui berenang dekat perahu nelayan.

Bagi peminat sejarah, ada aneka ragam lukisan manusia prasejarah di tebing-tebing cadas di Selat Namatota. Gambar wajah, matahari, dan cap telapak tangan merupakan bagian dari ribuan lukisan yang terukir di ceruk-ceruk cadas sepanjang 1 kilometer.
Gambar-gambar itu diperkirakan dibuat oleh manusia Austronesia sekitar 3.500 tahun silam saat mereka bermigrasi dari Taiwan ke Filipina, Sulawesi, Maluku, hingga Papua.
Di Desa Lobo, Teluk Triton, Distrik Kaimana, ada tugu "Fort du Bus" yang menandai benteng dan pos administrasi Hindia Belanda yang bernama Fort du Bus yang dibangun pada 1828.
Benteng ini ditinggalkan tahun 1835 saat wabah malaria membunuh sebagian besar tentara Belanda.


Adapun Pulau Venu menjadi tempat penyu bertelur, baik itu jenis penyu hijau (Chelonia mydas), penyu sisik (Eretmochelys imbricata), maupun penyu belimbing (Dermochelys coriacea).
Sayangnya, untuk menikmati Kaimana perlu dana tak sedikit. Untuk menjelajah Teluk Triton yang bisa ditempuh sekitar 1,5 jam dari Pelabuhan Kaimana, wisatawan harus menyewa long boat milik nelayan dengan biaya minimal Rp 2,5 juta. Dana lebih besar dibutuhkan untuk ke Pulau Venu yang waktu tempuhnya lima jam.

Harga tiket dari Ambon ke Kaimana Rp 1,6 juta. Kalau dari Makassar, tiketnya Rp 2,5 juta.
Sarana pendukung wisata juga masih minim. Penginapan hanya ada empat buah dan peralatan selam harus bawa sendiri.

"Kami masih memetakan obyek wisata serta sarana dan prasarana yang dibutuhkan. Kantor pariwisata baru tiga bulan berdiri," kata Kepala Kantor Kebudayaan dan Pariwisata Kaimana Donesius Murmana.
Namun, turis-turis asing telah berdatangan. "Umumnya, pada September sampai Maret saat lautan teduh," kata Pelaksana Harian Kantor Pelabuhan Kaimana Thimus M Solossa.
Pemerintah perlu bahu-membahu dengan investor swasta untuk segera membenahi sarana dan prasarana wisata sebelum pesona Kaimana dan minat wisatawan keburu pudar.

Patung Primitif Tembus Pasar Jepang

Produk kerajinan patung primitif dari Pucung, Sewon, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta mampu menembus pasar Jepang dan sejumlah negara lainnya.

"Kerajinan patung primitf buatan kami telah dipasarkan ke Jepang dan berbagai negara lainnya yakni Amerika Serikat dan Polandia," kata pengelola kerajinan patung primitif Pucung, Kabupaten Bantul, Sujid, Minggu.

Ia mengatakan dirinya dalam setiap bulan rutin mengirim produk kerajinan patung primitif ini ke Jepang dan Amerika. "Dalam setiap bulan kami mampu mengirim kerajinan patung ini sekitar dua hingga tiga kontainer," katanya.

Semenjak menekuni kerajinan patung kayu ini, yakni pada 1996 dirinya telah mampu memasarkan kerajinan buatannya ke sejumlah negara-negara di dunia. "Selain ke Jepang, Amerika dan Polandia juga di telah dipasarkan ke Korea, " katanya.

Ia juga mengatakan pada awal berdirinya kerjinan patung primitif ini, dirinnya mempunyai sebanyak 150 pekerja untuk memproduksi patung terebut, namun untuk saat ini jumlah pekerja berkurang menjadi orang.

"Pengurangan jumlah pekerja terjadi karena krisis ekonomi yang terjadi pada waktu lalu yang mengakibatkan kenaikan harga bahan baku tetapi harga jual patung tidak pernah mengalami kenaikan, jadi kami mengurangi jumlah tenaga kerja untuk menghemat biaya pengeluaran," katanya.

Namun Sujid mengatakan, dengan jumlah tenaga pekerja 12 orang dirinya mampu memproduksi secara rutin setiap hari kerajinan patung primitif ini.

"Dalam satu bulan kami mampu memproduki kerajinan patung primitif ini sekitar 100 hingga 300 patung per bulannya," katanya.

Sementara itu, ia mengatakan dirinya memproduksi berbagai jenis patung primitif yang terbuat dari kayu Jati dan Mahoni. "Hasil karya patung terebut merupakan modifikasi antara patung dari Asmat, Indian dan dipoles dengan kerativitas kami sendiri," katanya.

Untuk harga jual patung primitf, Sujid mengatakan dirinya mematok harga khusus untuk setiap jenis patung tergantung ukuran besar kecilnya patung.

"Untuk harga kami menjual kerajinan patung mulai dari ukuran kecil yakni berukuran cinderamata hingga patung yang berukuran besar mencapai tiga meter yakni antara Rp3.000 hingga Rp9 juta per buahnya," katanya.

Ia mengatakan, dalam setiap bulanya dirinya memperoleh omzet pendapatan sekitar Rp 20 juta setiap bulannnya.

kompas

06 Oktober 2010

Prasasti Abad 7 Ditemukan di Kali Cikapundung

Prasasti ini berisi semacam prediksi mengingatkan umat manusia tentang bencana.

Balai Arkeologi Kota Bandung memastikan sebuah batu prasasti bertuliskan huruf Sunda kuno ditemukan di rumah seorang kakek bernama Oong Rusmana, 62, warga Cimaung, Kelurahan Taman Sari, Kecamatan Bandung Wetan, Kota Bandung. Prasasti itu diyakini berasal dari abad ke-7 Masehi.

Tim Peneliti Madya di Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung, Nandang Rusnandar, mengatakan ini merupakan prasasti pertama yang ditemukan di aliran Sungai Cikapundung. "Ini prasati pertama, terkait sama penemuan terakota (coran dari tanah liat) di daerah Dago Pakar," ujarnya ditemui di lokasi prasasti, Selasa 5 Oktober 2010.

Menurut Nandang, prasati ini terdiri dari 12 huruf Sunda Kuno, yang jika disambung menjadi dua kalimat bertuliskan "Ung ga l ja ga t, jal ma h dha p."

"Kalimatnya berbentuk Uga (ramalan, red.). Artinya, setiap manusia di muka bumi akan mengalami bencana. Ini semacam prediksi dan mengingatkan generasi selanjutnya untuk tidak melakukan sesuatu yang merusak," kata Nandang.

Sementara itu Peneliti dari Balai Arkeolog Bandung, Lutfi Yondri, mengatakan tulisan dua baris itu sangat rapi dan rata karena memanfaatkan sisi rata batu. "Ditulis di batu andesit dengan panjang huruf pertama 15 centimeter, dan yang kedua 20 centimeter, tinggi hurufnya sekitar 3,5 centimeter dan 2,5 centimeter," ujarnya.

Selain itu, terdapat lambang-lambang lainnya berbentuk telapak kaki, telapak tangan dan gambar wajah. "Dilihat dari aksara mungkin dari abad 11, tapi kalau dikaitkan prasasti lainnya di Bandung yang masuk masa klasik sekitar abad 7, seperti di Candi Bojong Menje," katanya. "Tapi masih perlu pembuktian lebih lanjut."
Kepala Seksi Kepurbakalaan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jawa Barat, Romlah, mengatakan perlu ada langkah-langkah penyelamatan prasati mengingat keberadaanya di tengah pemukiman warga. "Namun kami masih menunggu hasil kajian arkeologi dari tim peneliti dulu, setelah itu nanti baru Disparbud Jabar akan mengajukannya ke pemerintah." (Laporan DHR, Bandung | kd)
• VIVAnews

03 Oktober 2010

Batik Memikat Dunia, Dari Mandela Sampai PBB

"Batik Indonesia paling halus karena cantingnya sangat kecil."

Tepat setahun lalu, 2 Oktober 2009, Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO) menetapkan batik sebagai warisan budaya dunia dari Indonesia. Tanggal bersejarah itu kemudian ditetapkan pemerintah menjadi Hari Batik Nasional.
Bagi pecinta batik kuno, Shinta Dhanuwardoyo, atau yang juga akrab dipanggil sebagai Shinta Bubu, penghargaan UNESCO merupakan penghargaan terhadap karya seni klasik bercita rasa tinggi. Bukan semata-mata terhadap keindahan kain batik itu sendiri, tapi penghargaan terhadap para pengrajin batik di pedesaan.

Namun, di balik popularitas batik yang kini makin mendunia, Shinta tak ingin batik hanya menjadi euforia di negeri sendiri. Seluruh masyarakat Indonesia memiliki tugas untuk menjaga penghargaan yang diberikan UNESCO. Ia mengajak masyarakat tak ragu memikat dunia dengan batik.
Batik kini memang tak lagi sekedar jarik atau kemben yang identik dengan masyarakat tempo dulu atau pedesaan. Wujudnya pun tak melulu helaian kain panjang tanpa jahit. Kain bermotif yang dilukis dengan lilin atau malam itu telah menjadi bagian tren fashion.

Berbagai inovasi terus dilakukan demi memikat pasar dunia. Tanpa menerjang pakem batik tradisional, sejumlah industri mode di tanah air berkreasi mengawinkannya dengan detail modern.

Perancang muda Lenny Agustin misalnya, adalah salah satu pegiat mode yang serius mengolah batik sebagai bagian tren fashion. “Saya ingin anak muda zaman sekarang bangga mengenakan batik sebagai pakaian sehari-hari seperti masyarakat zaman dulu.”

Perancang mode dan kalangan industri mode, menurut dia, harus terus mengeksplor batik, baik dari segi desain, dan motif. Kreatifitas sangat dibutuhkan agar batik tetap eksis. “Motif batik klasik memang harus dipertahankan, tetapi tidak ada salahnya untuk lebih berkreasi dengan motif-motif yang lebih bersifat kekinian,” kata Lenny.

Semangat serupa ditunjukkan Oscar Lawalatta. Perancang muda ini tak lelah berkreasi dengan batik tradisional. Penghargaan UNESCO membuatnya semakin percaya diri memamerkan busana batik ke mancanegara.

“Saya selalu berusaha untuk mengeksplor unsur-unsur etnik Indonesia dan memasukkannya dalam rancangan saya. Kebudayaan kita itu sungguh beragam dan sangat eksotis. Dengan mengeksplorasi dan memasukkan dalam tiap rancangan, buat saya, merupakan sebuah kebanggaan,” kata Oscar.
***
Terangkatnya batik ke kancah internasional tidak bisa lepas dari peran maestro batik tanah air Nursjirwan Tirtamidjaja, dikenal sebagai Iwan Tirta. Wafat beberapa bulan lalu, seniman dan desainer batik itu meninggalkan warisan perjuangan yang telah berbuah manis.
Jauh sebelum anak muda masa kini begitu percaya diri mengenakan batik, Iwan sudah berjuang mempromosikan keindahan batik ke mancanegara.
Master hukum lulusan Yale University itu memiliki andil besar dalam mentransformasikan kain tradisional batik menjadi sebuah gaun modern yang mewah. Ia memberi citarasa modern demi menduniakan batik.

Melalui karyanya, Iwan Tirta pun berhasil membuat tokoh dunia Nelson Mandela terpikat batik. Hampir dalam setiap kesempatan, tokoh anti-apartheid yang sangat dihormati bangsa Afrika Selatan ini selalu mengenakan batik di berbagai forum dunia. Batik Mandela kebanyakan dari Indonesia.

Kegemaran Mandela mengenakan busana khas Indonesia itu membuat bangsa Afrika menjadi akrab dengan batik. Hanya, mereka lebih mengenal batik dengan sebutan ‘Madiba's Shirt’ alias pakaian Mandela. Madiba adalah nama populer untuk menyebut Mandela.

Batik memang tak hanya ditemui di Indonesia. Selain di Afrika dengan sebutan ‘Madiba's Shirt’, batik juga ada di Malaysia, Jepang, China, India, Jerman, dan Belanda.

Namun, menurut Shinta, batik Indonesia memiliki ciri khas. Ada beberapa motif klasik yang tak mungkin ditemui di negara manapun seperti Kawung, dan Sido Mukti.

“Yang paling membedakan, batik Indonesia paling halus karena cantingnya sangat kecil sehingga menghasilkan gambar yang halus dan rapi,” ujarnya. “Sementara di beberapa negara lebih cenderung batik pabrikan atau printing.”

Sebagai pecinta batik klasik, Shinta tak merasa terganggu dengan perkembangan industri. Ia justru melihat perkembangan batik modern sebagai hal positif. “Sentuhan modern membuat batik lebih bisa go international,” ujarnya. “Ketika industri memainkan batik, itu artinya kerajinan batik tradisional di pesisir dan pedesaan juga tak akan mati.”
• VIVAnews

02 Oktober 2010

Nasi Goreng Indonesia Digemari Orang Asing

Salah satu spot dalam Paviliun Indonesia di World Expo Shanghai China 2010 (WESC 2010), digelar di Shanghai, China, 1 Mei - 31 Oktober 2010, adalah area kuliner. Area ini membuat pengunjung expo terkagum-kagum. Sebab lewat Warung Enak, pengunjung bisa menikmati berbagai sajian khas Indonesia yang sudah terkenal kelezatannya.

Salah satu menu yang jadi primadona di area ini adalah nasi goreng khas Indonesia. Tidak kurang dari 700 porsi nasi goreng berhasil dijual di Paviliun Indonesia setiap harinya, atau lebih dari 67.000 porsi sejak paviliun dibuka pertama kalinya pada 1 Mei 2010. Animo besar dari pengunjung expo yang diikuti 192 negara ini membuat Panitia Pelaksana makin berniat memperkenalkan kekayaan kuliner Indonesia lewat nasi goreng. Mengapa nasi goreng?

Menurut Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu, yang juga Ketua Panitia Pelaksanaan Keikutsertaan Indonesia di WESC 2010, sempat diadakan rembugan mengenai makanan apa yang akan ditampilkan secara khusus di area kuliner ini. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono termasuk yang ikut berembug saat itu.

"Yang memecahkan jawabannya adalah Presiden. Waktu itu sempat diusulkan soto atau rawon. Pokoknya harus mencari dua atau tiga makanan yang identik dengan icon Indonesia. Seperti tom yang kung identik dengan Thailand, ginseng dari Korea, atau spageti dengan Italia. Nasi goreng itu identik dengan Indonesia, karena ada unsur kecap manisnya," papar Mari Elka Pangestu.

Negara lain, menurut Mari, bukannya tidak memiliki menu nasi goreng. Di RRT pun, di pelosok manapun pasti tersedia menu nasi goreng. Tetapi dalam menu di rumah makan, pasti disebutkan "nasi goreng Indonesia". Ciri khas nasi goreng Indonesia adalah: selalu menggunakan kecap manis, dengan berbagai kondimen seperti telur ceplok, sate ayam, krupuk udang, dan bawang goreng. Hal inilah yang membedakan nasi goreng Indonesia dari nasi goreng buatan negara lain.

Oleh karena itu, Mari juga mengatakan bahwa event ini bisa menjadi salah satu cara untuk nation branding. Apa dan bagaimana Indonesia, juga bisa tercermin dari makanan khasnya. Paviliun Indonesia sendiri menempati ranking empat dari seluruh paviliun yang berpartisipasi di WESC 2010, setelah Jerman, Jepang, dan Perancis.

Secara khusus Mari juga menyatakan sangat gembira dengan diadakannya Lomba Resep Nasi Goreng oleh Panitia Pelaksana WESC 2010 dan majalah Femina.

"Saya excited sekali. Saya sudah mencicipi tujuh nasi goreng yang disajikan peserta. Rasanya beda-beda tipis, tapi semua luar biasa enak. Hal ini membanggakan, karena di Indonesia nasi goreng pun bisa dikembangkan sesuai kreativitas masing-masing peserta. Campuran bumbu dan presentasinya sangat menarik," ungkapnya.

Pemenang pertama dan kedua lomba nasi goreng ini akan diberangkatkan ke Shanghai, China pada 20 Oktober nanti, untuk mendemokan resepnya di Paviliun Indonesia. Di sana akan ada banyak pengunjung yang akan menikmati nasi goreng buatan mereka. Hal ini pasti akan menjadi pengalaman tersendiri yang tidak akan terulang lagi bagi peserta.

kompas

01 Oktober 2010

Emas Banyak Ditemukan di Situs Kimpulan

Tim Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Yogyakarta yang melakukan pemugaran candi situs Kimpulan di area pembangunan perpustakaan Universitas Islam Indonesia Jalan Kaliurang, Sleman banyak menemukan perhiasan emas maupun perak.

"Sejak pertengahan puasa atau satu bulan lalu hingga saat ini kami banyak menemukan peninggalan sejarah yang terbuat dari emas maupun perak di lokasi pemugaran candi," kata anggota tim pemugaran dari Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Yogyakarta Manggar Sari, di Sleman, Jumat.

Menurut Manggar Sari, puluhan perhiasan emas dan perak tersebut ditemukan di dalam lokasi candi utama maupun Candi Perwawara.

"Saat ini perhiasan-perhiasan yang ditemukan tersebut disimpan di Kantor BP3 Yogyakarta," katanya.

Ia mengatakan, temuan tersebut menambah kekayaan kajian terhadap situs Candi Kimpulan.

"Temuan emas yang cukup besar berbentuk Padma atau teratai mekar yang merupakan simbol suci agama Hindu. Emas ini kami temukan di bawah Lingga dan Yoni di Candi Utama," katanya.

Manggar mengatakan, temuan-temuan tersebut saat ini masih dalam penelitian tim laboratorium. Menurut dia, temuan perhiasan emas ini menunjukkan kemajuan peradaban pada masa kejayaan candi yang ditemukan di kompleks pembangunan perpustakaan Universitas Islam Indonesia (UII) ini.

"Untuk jumlah pasti perhiasan yang ditemukan tersebut sampai saat ini belum dihitung karena setiap hari ditemukan emas," katanya.

Petugas teknis pemugaran Tugimin mengatakan perhiasan tersebut pertama kali ditemukan pada bulan puasa atau sekitar satu bulan lalu.

"Saat itu setiap kali petugas membongkar `umpak` (bantalan batu) yang terdapat di candi utama, selalu mendapati temuan emas, kemungkinan masih banyak yang akan ditemukan karena belum semuanya berhasil dibongkar," katanya.

Ia mengatakan, sepengetahuannya temuan yang berhasil diangkat berupa kepingan bentuk Padma, dua keping koin atau mata uang emas, 20 keping mata uang perak, beberapa kepingan emas ukuran 1 cm.

"Selain itu juga 12 mangkuk berisi berbagai kepingan pernak-pernik, serta berbagai jenis logam dari perak, perunggu, kaca dan batu," katanya.
Penulis: Jodhi Yudono | Editor: Jodhi Yudono | Sumber : ANT

Situs di Kalbar Diduga dari Abad ke-14

Kepala Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga Ketapang, Kalimantan Barat, Yudo Sudharto, mengatakan, penemuan situs yang diduga candi di Benua Kayong, dapat dijadikan klaim bahwa Ketapang sebagai kota tertua di Kalimantan Barat.
Bahkan, tidak menutup kemungkinan menjadi kota tertua setelah Kerajaan Kutai Kertanegara di Kalimantan Timur.

"Ini membuka peluang bagi para peneliti untuk melakukan studi ke daerah sini. Akhirnya kita menjadi daerah kota wisata sejarah," kata Yudo, Kamis (30/9/2010).

Dinas yang dipimpinnya berencana mendirikan bangunan penutup semi permanen, untuk melindungi situs tersebut. Tak hanya peneliti, warga yang ingin melihat dan mengamati dipersilakan berkunjung.

"Kami akan bangun atapnya, sehingga bangunan di bawahnya terlindungi. Rencananya akan dibangun tahun ini," ujar Yudo.
Situs tersebut belum diberi nama, karena kajian ilmiah harus dilakukan terlebih dahulu. Sebab nama yang diberikan harus mendekati nilai sejarah yang berkaitan dengan situs tersebut.

"Bupati harus menetapkan terlebih dahulu daerah tersebut sebagai dilindungi. Kemudian pemberian nama bisa dilakukan," katanya.

Adapun Ketua Tim Peneliti Madya, Balai Arkeologi Banjarmasin, Bambang Sakti Wiku Atmojo, memimpin penggalian itu situs candi tersebut.

Dia menuturkan, timnya telah menemukan bagian bawah struktur yang diduga kuat sebagai candi itu. Bawah struktur itu merupakan badan dari candi dan diduga masih ada pondasinya.

"Pondasi itu yang coba kami gali lebih dalam lagi. Kami menduga itu merupakan badan candi," katanya sambil menujuk ke bagian yang sedang digali pekerja.

Anggota tim masih berusaha mencari letak ruang atau bilik, artefak, dan relief, yang diharapkan bisa menjelaskan dari zaman apa candi itu dibangun. Data-data tersebut bisa diketahui, jika ditemukan petunjuk berupa prasasti atau patung.

"Jika dikaitkan dengan makam Keramat VII dan IX yang masih ada angka Jawa kuno, diduga kuat sekitar abad 14-15, atau kemungkinan di Kerajaan Majapahit," kata Bambang.

Dia menuturkan, kesulitan tim akibat tidak adanya hikayat Tanjungpura yang bisa menjelaskan keberadaan situs ini. Berikutnya, penelitian tahap kedua akan dimulai dalam rentang 3-13 Oktober.

"Areal yang digali kini menjadi open site. Jika mau digali menyeluruh, tergantung Pemkab Ketapang. Batas kewenangan kami hanya sampai di open site," ujarnya. (Severianus Endi)

kompas